Apa sih Alasan Seorang Blogger Gak Betah Tinggal di Korea?
Seorang blogger asal Amerika mengutarakan pendapat yang berasa tidak nyaman tinggal di Korea, berdasar pengalamannya waktu dari sana. Di bawah ini lima fakta yang dicatat dengan cara personal:
1. Budaya Korea yang melihat segalanya dari performa
Faktor ini adalah salah satunya hal yang mengusikku. Kupikir tidak ada kelirunya lakukan selfie kadang-kadang, tetapi orang Korea melakukan pada tingkat yang lain. Bukan hal yang asing lihat seorang wanita dewasa memandang camera depan dalam tempo lama, sekalian mengubah-mindahkan tempatnya untuk cari angle yang cocok.
Tetapi sisi lucunya ialah, terkadang mereka sedang tidak ambil photo, tetapi cuma memandang refleksi diri kita dalam keheningan.
Apa saja yang kamu kerjakan di negara ini, semua tergantung pada performa. Saat berjumpa Ibu dari murid barumu, dia akan memberi komentar mengenai "matamu besar sekali" atau "mukamu kecil, ya".
Bila kamu sama sepertiku yang tidak senang kenakan make-up, bos serta rekanan kerja Korea akan memperingatkanmu terus-terusan mengenai "performamu yang nampak lelah atau seperti orang sakit". Ini bukanlah salah masyarakat Korea. Namun, seperti itu langkah hidup di sini. Banyak orang di Korea ada di bawah desakan besar, serta "performa mengalahkan segala hal".
Dengan adanya banyak cermin atau kaca yang terdapat di selama jalan kota, gampang saja buat orang dari beberapa golongan untuk berasa kurang percaya diri dengan performa mereka. Seoul diketahui untuk "ibukota operasi plastik sedunia", serta diprediksikan 1 dari 5 wanita Korea sempat jalani mekanisme operasi plastik sewaktu hidupnya.
2. Jumlahnya desakan sampai stress
Korea populer dengan intensitasnya. Semenjak umur awal, banyak beberapa anak jalani jam belajar panjang di akademi yang penuh desakan, atau diketahui untuk hagwons. Mereka belajar berjam-jam dan ambil banyak les di beberapa mata pelajaran: bahasa Inggris, matematika, IPA, atau apa saja.
Saat akan dicetuskan hukum yang putuskan semua hagwons di Korea serta Busan harus tutup jam 10 malam, banyak akademi swasta yang serta masih membuka sampai jam tiga pagi. Tetapi, budaya yang melanggengkan jam belajar panjang tetaplah tidak beralih.
Setelah belajar di sekolah sepanjang hari penuh, beberapa siswa SMA lalu meneruskan lagi belajar di ruangan kelas penambahan yang membuka sampai malam.
Sesudah beberapa siswa tumbuh besar serta keluar dari pola hidup hagwons, mereka lalu jadi orang dewasa yang masuk dalam lingkungan kerja dengan jam kerja yang panjang serta melelahkan. Biasanya, pola hidup penuh desakan semacam itu tetap akan berjalan seumur hidup mereka.
Tetapi jam kerja yang panjang kelihatannya tidak membawa hasil yang diinginkan. Korea termasuk juga dalam perincian negara yang mempunyai tingkat produktivitas jelek di penjuru dunia.
3. Minimnya individualitas di Korea
Negeri Ginseng benar-benar diketahui dengan budayanya yang berbentuk kolektivis. Berarti, pada umumnya orang Korea akan memprioritaskan keluarga serta apakah yang paling baik buat komunitasnya sebelum kebutuhan mereka sendiri. Mengagumkan, kan? Ya, dalam banyak hal.
Tapi untuk capai mentalitas itu, beberapa orang yang mempertaruhkan kekuatan memikir gawat mereka, atau kemauan sendiri. Dibandingkan menanyakan fakta dari suatu hal, warga di sini sering ikuti apa saja yang dilaksanakan seseorang sebab memikir jika itu yang semestinya mereka kerjakan.
Waktu lalu, saya menanyakan pada rekanku sama-sama guru mengenai fakta beberapa orang di sini kenakan pakaian yang terlalu berlebih untuk sebatas hiking, atau kenakan pakaian "benar-benar modis" serta untuk kepentingan setiap hari. Dia lalu menjawab:
"Beberapa orang senang menggunakan baju bagus agar mereka tidak disangka jika tiba dari desa."
Di waktu sekarang, beberapa anak muda Korea sudah mulai "memberontak" serta mulai mengatakan opini mereka sendiri, tetapi hal di atas tetaplah jadi sisi yang wajar dari warga.
Mentalitas itu berlaku di semua faktor kehidupan. Saya memikirkan jika tidak gampang buat kreasi untuk bertumbuh di sini, dan itu salah satunya fakta saya tidak senang tinggal di Korea.
4. Korea (sering) sangat diskriminatif
Orang Korea condong yakin jika ras serta negara mereka ialah superior dibanding yang lain. Berkaitan dengan hal tersebut, beberapa orang di sini yang memandang "komune ras berdarah murni" (tanil minjok / 단일 민족) untuk suatu hal yang benar-benar serius. Walau negara ini terima banyak imigran sesudah waktu Perang Korea usai, beberapa orang yang masih tetap tidak nyaman dengan kedatangan "orang asing".
Ada banyak contoh program kabar TV yang berada di Korea, berjudul "Fakta-Fakta Memilukan dari Orang Asing yang Kotor". Di bawah ini adalah bukti dari beberapa pekerja asing yang memperoleh perlakuan diskriminatif.
Serta acara TV Korea yang tampilkan blackface (olok-olokkan untuk orang kulit hitam asal Afrika/Afro-Amerika) sempat juga disiarkan. Seperti video berikut ini adalah opini segelintir orang Korea mengenai orang berkulit hitam.
Di sini, beberapa anak Korea di ajarkan jika mereka ialah "master race atau ras paling tinggi. Ya, hal tersebut ialah suatu hal yang riil serta betul ada. Seorang wanita di jimjilbang sempat dengan cara terus-terang menjelaskan jika "kedatanganku serta teman-temanku menghancurkan kemurnian air di sini" saat kami sedang duduk di sauna, suatu hal yang kemungkinan tidak akan kupahami jika saja saya tidak kuasai bahasa Korea dengan fasih.
Rumor lain yang biasa berlangsung untuk beberapa orang non-Korea ialah penampikan waktu naik taksi. Telah tidak terhitung jumlahnya pengalamanku dimana seorang supir taksi melambankan mobilnya, lalu tidak jadi stop saat lihat mukaku
Bila kamu hadiri acara publik, kamu akan mendapatkan acara-acara yang tempatkan orang Korea serta non-Korea dalam tempat terpisah. Bukan berlaku untuk acara saja, hal ini akan diaplikasikan di sarana umum.
Pantai Haeundae di Busan akan dipisah jadi banyak wilayah oleh pemerintah, dimana "daerah untuk orang asing" ada terpisah sejauh 50 mtr. dari "daerah untuk orang Korea". Saat pemerintah hadapi banyak protes dari publik berkaitan ini, klaim itu ditarik serta pemerintah mengatakan jika "ini cuma salah paham dalam pemakaian arti". Uh, oke.
5. Orang Korea menggerakkan pemakaian sikap kekanak-kanakkan
Kemungkinan kutipan di atas nampak benar-benar menggemaskan waktu kita melihat drama, tetapi pikirkan saat kamu sedang jalanan sore bersama-sama rekan atau pacarmu. Kamu ada di jalan serta lihat ada dompet yang jatuh dari atas. Kamu melihat ke atas serta lihat seorang wanita dewasa sedang berdiri dengan tangan terkepal serta muka cemberut, sekalian menghentakkan kakinya ke tanah.
Kamu lihat seorang pria berjalan perlahan mendekati wanita barusan. Sang wanita menghentakkan kakinya lagi seringkali, lalu mengubah tubuh serta berjalan demikian saja. Kamu terus melihat, serta melihat sang pria malang barusan yang memungut dompetnya serta lalu lari memburunya.
Ini bukan adegan di drama Korea. Ini berlangsung di kehidupan riil pada suatu jalan di Itaewon.
Di sini, orang dewasa bisa melakukan tindakan kekanakkan seperti ngambek atau merengek (baik dengan cara tertutup atau dalam tempat umum) untuk memperoleh kemauannya. Sikap semacam itu sangat diterima serta dipandang lumrah di Korea. Arti untuk hal itu ialah "aegyo", serta hal tersebut ikut dipopulerkan oleh K-Pop.
Sikap merajuk ini buatku nampak "asing", serta tidak jauh lain dengan ada ditengah-tengah lingkungan taman kanak-kanak.